Sunday, February 1, 2009

Dewasa, Harapan, dan Kenyataan

Waktu selalu bergerak, meninggalkan potongan kejadian yang kemudian menjadi masa lalu, lalu tibalah kita pada saat ini, dan kemudian menyongsong masa depan. Terkadang tidak terasa kita sudah sampai pada suatu tahap kehidupan tetapi setelah lama kemudian baru menyadarinya :)
Ternyata hidup itu memang unik, setiap tahapnya memiliki tantangan yang berbeda. Selesai dengan satu tahapan, kita harus sudah siap dengan tantangan yang ada pada tahap berikutnya. Dari masa anak-anak, remaja, dewasa, hingga nanti menjadi tua. Dalam tiap tahap kita rentan mengalami krisis, jika kita tidak mampu menyesuaikan diri dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada tahap itu.
Apalagi ketika memasuki tahap perkembangan dewasa awal, banyak hal yang cukup mencengangkan terjadi, terutama setelah menyelesaikan jenjang perkuliahan (hehe, saya proyeksi :p)
Awalnya, saya pikir hanya saya yang mengalami kebingungan ketika memasuki tahap ini, merasa disorientasi terhadap banyak hal. Tapi dari proses-proses berbagi (baca: saling curhat) dengan sahabat-sahabat saya, ternyata mereka pun mengalami hal yang lebih kurangnya sama.
Hal ini pun semakin dikuatkan dengan munculnya curhatan dengan berbagai versi dari teman-teman yang lain.Yang belum selesai kuliah bingung memikirkan skripsi, yang sudah selesai kuliah bingung mencari kerja atau beasiswa atau malah memutuskan untuk segera menikah, yang sudah bekerja jenuh dengan pekerjaannya, dan sebagainya. Belum lagi masalah hubungan interpersonal, atau (ini yang juga sering saya alami) seringkali kangen dengan teman-teman dan suasana kuliah :)
Biasanya di akhir sesi sharing tentang berbagai hal yang kami alami saat ini, saya dan sahabat-sahabat saya akan berseloroh, “Begini ya rasanya kehidupan dewasa awal” :)
**
Pada tahap dewasa awal ini, sebagian orang telah menyelesaikan jenjang pendidikannya. Sebagian teman saya biasanya memberikan ucapan selamat atas kelulusan ini dengan tambahan, ”Welcome to the real world”. Atau ada yang lebih dahsyat lagi, “Welcome to the jungle”. (hehe, apakah ini artinya dunia nyata itu ibarat hutan?)
Ucapan-ucapan sejenis itu mungkin muncul karena pengalaman-pengalaman sebelumnya telah mengajarkan bahwa betapa kehidupan pasca kampus itu sangat berbeda dengan kehidupan akademis yaitu ketika masih menjadi mahasiswa atau pelajar.
Pada lingkungan akademis, tujuan seseorang dapat dikatakan cukup jelas dan cara untuk meraihnya pun seakan telah diatur (walaupun pastinya ada tantangan tersendiri :)). Selain itu ada hal lain yang menurut saya cukup berpengaruh, yaitu status sebagai mahasiswa. Mahasiswa, walaupun mengandung kata ‘maha’ tetaplah seorang pelajar yang jika melakukan kesalahan (yang wajar) masih diperbolehkan dengan alasan masih belajar.
Tetapi setelah lulus, banyak hal menjadi tidak jelas. Tidak ada kepastian apakah poin A akan dapat diraih melalui cara B. Selain itu, telah ada kewajiban moral untuk mempertanggungjwabkan gelar yang telah didapatkan (ini yang berat, euy.. =D). Idealisme dan harapan yang dibangun harus rela disandingkan dengan kenyataan yang ada. Berbagai idealisme seperti ingin membuat perubahan sistem, atau ingin memiliki pekerjaan yang bermakna, atau memandang makna hidup jauh lebih berharga daripada pekerjaan, dan sebagainya, harus dapat menghadapi kenyataan yang terkadang tidak seperti apa yang diharapkan.
Selain itu, biasanya setelah lulus seseorang akan mulai meninggalkan dan ditinggalkan oleh teman-temannya. Setiap orang akan mulai sibuk dengan kehidupan barunya, maka berkuranglah tempat bercerita, berdiskusi, dan berbagi suka duka.
Saya tidak bermaksud mendramatisir kehidupan dewasa awal, namun untuk bisa menentukan langkah selanjutnya tentu saja kita harus mengenal diri sendiri dan apa yang sedang kita alami. Tak jarang, seorang dewasa awal tiba-tiba menyadari bahwa ada banyak hal tentang dirinya yang tidak ia ketahui.
Setelah menyelesaikan pendidikan, seseorang biasanya akan memiliki setidaknya tiga pilihan yaitu bekerja, melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, atau menikah. Pilihan-pilihan yang harus dipertimbangkan matang-matang. Bahkan ketika sudah memutuskan pun, selanjutnya akan muncul pertanyaan-pertanyaan baru, seperti akan bekerja apa dan di mana, akan melanjutkan sekolah ke mana, bagaimana caranya mencari beasiswa, atau memutuskan pilihan akan menikah dengan siapa.
Cara menghadapinya?
Setiap orang akan memiliki solusinya masing-masing. Tapi yang perlu diingat adalah hidup itu penuh dengan pilihan. Jadi, adalah tantangan bagi kita untuk memilih yang baik-baik :)
Dalam roman terakhir Pulau Buru-nya Pramoedya, yang berjudul Rumah Kaca, ada satu paragraf yang menarik dan masih saya ingat sampai sekarang:
“Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang, karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka kemajuan sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia”
Jadi, kenyataan yang tak sesuai harapan itu tentulah masih punya peluang untuk diubah sehingga tak perlu bertentangan nantinya :)
Saya juga sedang mencoba mendamaikan harapan-harapan saya dengan kenyataan yang saya hadapi saat ini :) Mereka memang sering bertengkar saat ini, tapi insyaAllah keyakinan akan membuat mereka bergandengan tangan kembali. Mohon doanya, kawan..Semangat!!
Baiklah, saya akhiri dulu tulisan ini. Terima kasih sudah membaca. Senangnya bisa berbagi.Bagi yang sedang mengalami krisis ini, yakinlah bahwa dirimu bukan satu-satunya orang yang merasakannya :) berbagilah.. dan mari kita nikmati hidup sebagai seorang dewasa awal :)
Tersenyumlah kawan, dan biarkan dunia ikut tersenyum bersamamu :)
Cheers!

13 comments:

Anonymous said...

Dewasa awal....

Ketika kecil kita ingin dewasa, karena mereka dapat memutuskan sendiri tindakan apa yang ingin mereka ambil, tanpa bantahan dari siapapun.

Ketika dewasa, kadang kita tak siap mengambil pilihan, menunda dan menunggu, sampai hati cukup kuat untuk melangkah lebih jauh.

Menjadi deawasa memang rumit, tapi cukup sederhana bagi waktu. Karena waktu terus berjalan dan kita diam.

anginmerahjambu said...

Ah, benar sekali... Pelan-pelan silaturahim merenggang terulur arus kesibukan. Just want to let you know that I miss you dear sista! Ingin sekali ke Metro pada saat yang baik nanti.

Unknown said...

a.w.w
alu mbak..
q muncul lage ne..
he..

bagus artikel nha..
aku suka kata2 nha paq pramoedya..
woho..

sekali2 mampir ya mbak ke blog aku..
kasih apa gitu kek
komen kek, makanan, minuman, duit, apa gak tiket ke korea juga bole..
hehe...

sahabat-pelangi said...

@ Oipiyah: hidup itu memang uik ya, k. selamat menjadi dewasa =D

@ Anginmerahjambu: miss u too, dinda. moga silaturahim ttp tjaga ya, sesibuk apapun nantinya :) ditunggu kunjungannya ke Metro

@ Ansdromeda: udah mampir kok, dek ;) kabar2i yaa

welcomeaboard said...

awal-awal kedewasaan adalah masa yang kritis, masa yang penuh kecemasan...

apakah keputusan ini tepat?
mau menjadi apa saya?
apa target yang harus saya kejar dalam waktu dekat?
kapan saat yang tepat untuk mulai memikirkan pernikahan? sekarang kah? (hihi...)

berjuta pertanyaan seperti itu muncul tak tentu waktu, tapi jawabannya terlalu malu malu untuk menampakkan diri sesering pertanyaannya ^^

sementara tidak menjawab apa apa pun tidak menyelesaikan masalah, karena waktu terus berlalu, karena di dalam kosakata Bhs Indonesia ada kata "terlambat" sebagaimana kata "too late" dalam bahasa Inggris ^^

apalagi ketika kita ada di ambang batas antara ketergantungan dan kemandirian,.. tepatnya, terlalu dewasa untuk tergantung, tapi terlalu lemah untuk berdiri sendiri...

we have to make the choice , and we have to do it soon and right...

mungkin dahulu, sebelum mencapai masa tsb, kita punya banyak sekali harapan dan khayalan, namun segera kita akan menemukan bahwa ; inilah kenyataan !

kita akan mulai hidup sendiri, melepaskan diri secara perlahan dari ketergantungan emosional maupun materiil terhadap orang tua, keluarga, sahabat dan teman teman yang biasanya menemani.

sadarilah bahwa kita mulai tidak bisa mengajak mereka (terutama teman2) ke dalam kehidupan kita, karena pada akhirnya, masing2 akan punya kehidupan sendiri. terlalu egois jika kita menginginkan tetap melangkahkan kaki bersama-sama mereka.

kita bisa menuju arah yang sama dengan mereka, insya Allah, tapi tidak selalu bersama-sama.

karena itulah, orang dewasa seharusnya tanggap dan siap dengan perubahan. siap menemui lingkungan baru, atau mungkin keluarga baru. karena semua itu adalah keniscayaan selama perjalanan kita masih belum terhenti oleh maut :)

semakin dewasa berarti semakin banyak lintasan cakrawala yang terbuka untuk kita pandangi dan kita lalui...

cakrawala tanggung jawab dan kesempatan :)

welcomeaboard said...

aduh kok yang muncul usernamenya malah "welcomeaboard" sih... zzzzzz padahal user name gw di google kan rasyid.isa -_-

btw, ini Isa :)

sahabat-pelangi said...

@ welcomeaboard alias Isa: nuhun ya, sa..(jgn protes sy pake 'nuhun' ya.he3) comment yg bijak.

"semakin dewasa berarti semakin banyak lintasan cakrawala yang terbuka untuk kita pandangi dan kita lalui..."

hm,,nice ^^

Gita P Djausal said...

bukankah itu masalah waktu saja yg menjawab?

dewasa bisa saja hanya sebuah konsep semata. kebijakan pun diraih seiring waktu bergulir.

tiap waktunya kita memang harus memilih untuk menjalani hidup yang seperti apa, agar kita semakin menjadi manusia.

sahabat-pelangi said...

@ gita: sepakat, jeng!!
mari menjadi dewasa.. ^^

Rizal Affif said...

Mendamaikan harapan dengan kenyataan?

... mungkin yang terbaik, berhenti berharap dan mulai bersyukur. Lalu, memberikan kontribusi terbaik pada kehidupan dalam situasi apa pun yang sedang kita hadapi :)

BTW, Mbaul... tolong link blog-ku diupdate ya... di-switch aja ke www.thesoulsanctuary.us/id. Nuhun :)

BTW enable juga dong pos komen oleh Nama/url... jangan cuman id Google ato OpenID :p

Rachmatullah said...

salam kenal dari Mordiva Denim ya.. :)

Sony Ferbangkara said...
This comment has been removed by the author.
Sony Ferbangkara said...

kk liza dewasa sekali yah :)